Pengertian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar,
Indikator dan Tujuan dalam Pembelajaran
Pengertian Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar, Indikator dan Tujuan dalam Pembelajaran
I.
Gambaran Umum
Pemberlakuan peraturan dan perundangan-undangan
yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya upaya
pembagian kewenangan dalam berbagai bidang pemerintahan. Hal tersebut membawa
implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum. Tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian,
yaitu:
1.
Diversifikasi
Kurikulum yang merupakan proses penyesuaian, perluasan, pendalaman materi
pembelajaran agar dapat melayani keberagaman kebutuhan dan tingkat kemampuan
peserta didik serta kebutuhan daerah/lokal dengan berbagai kompleksitasnya.
2.
Penetapan
Standar Kompetensi (SK), dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau
secukupnya, mencakup kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dicapai, diketahui, dilakukan, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada
setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali dan
jaminan mutu.
3.
Pembagian
kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Provinsi/ Kabupaten/Kota sebagai Daerah
Otonomi merupakan pijakan utama untuk lebih memberdayakan daerah dalam
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan.
4.
Untuk merespon
ketiga hal tersebut di atas, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah
melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan kedalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yang
mencakup komponen:
a)
Standar
Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh
peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.
b)
Kompetensi
Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih
sempit dibanding dengan SK peserta didik.
A.
Pendidikan
Berbasis Kompetensi
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 menjelaskan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bemartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu jenjang
pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional mencakup komponen
ketakwaan, akhlak, pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian,
kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan. Semua komponen pada tujuan
pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum dan sistem pembelajaran pada
semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tugas
sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi
kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan masyarakat.
Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
serta berperilaku yang baik.
Untuk itu peserta didik harus mampu menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar yang
ditetapkan. SKL merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan yang
diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik sesuai dengan perkembangan
ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran paradigma pendidikan yang berorientasi
pada kebutuhan peserta didik.
SKL adalah satu dari 8 standar nasional pendidikan
(SNP), yang merupakan kompetensi lulusan minimal yang berlaku di wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya SKL, kita memiliki
patok mutu, baik evaluasi bersifat mikro seperti kualitas proses dan kualitas
produk pembelajaran, maupun evaluasi makro seperti efektivitas dan efisiensi
program pendidikan, sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan standar
mutu yang dapat dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan jenjang
pendidikan. SKL mata pelajaran selanjutnya dijabarkan ke dalam SK dan KD.
Selain mengacu pada SKL, pengembangan SK peserta
didik dalam suatu mata pelajaran juga mengacu pada struktur keilmuan dan
perkembangan peserta didik, yang dikembangkan oleh para pakar mata pelajaran,
pakar pendidikan dan pakar psikologi perkembangan, dengan mengacu pada
prinsip-prinsip:
1.
Peningkatan
Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan Nilai-Nilai Budaya. Keimanan,
budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan
diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
2.
Keseimbangan
Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika. Kegiatan Pembelajaran dirancang
dengan memperhatikan keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
3.
Penguatan
Integritas Nasional. Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan
yang menumbuhkembangkan dalam diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia
melalui pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya dan peradaban
bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia.
4.
Perkembangan
Pengetahuan dan Teknologi Informasi. Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara
mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat
berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi informasi.
5.
Pengembangan
Kecakapan Hidup. Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui budaya
membaca, menulis, dan kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku
adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif; dan kemampuan bertahan hidup.
6.
Pilar
Pendidikan. Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam lima pilar sesuai
dengan Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu: (a) belajar
untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk
memahami dan menghayati; (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat
secara efektif; (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain;
dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar
yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
7.
Menyeluruh dan
Berkesinambungan. Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang
disajikan secara berkesinambungan mulai dari usia taman kanak-kanak atau
raudhatul athfal sampai dengan pendidikan menengah.
8.
Belajar
Sepanjang Hayat. Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlanjut sepanjang hayat dengan mencerminkan
keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal,
sambil memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang
serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran
dijabarkan dari SKL lulusan, yakni kompetensi-kompetensi minimal yang harus
dikuasai lulusan tertentu. Kemampuan yang dimiliki lulusan dicirikan dengan pengetahuan
dan kemampuan atau kompetensi lulusan yang merupakan modal utama untuk bersaing
di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber
daya manusia (SDM). Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi
diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat
regional, nasional, dan global.
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh
kemampuan sekolah dalam mengelola proses pembelajaran, dan lebih khusus lagi
adalah proses pembelajaran yang terjadi di kelas. Sesuai dengan prinsip otonomi
dan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), pelaksana
pembelajaran, dalam hal ini guru, perlu diberi keleluasaan dan diharapkan mampu
menyiapkan silabus, memilih strategi pembelajaran, dan penilaiannya sesuai
dengan kondisi dan potensi peserta didik dan lingkungan masing-masing.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu dibuat buku pedoman cara
mengembangkan silabus berbasis kompetensi. Pedoman pengembangan silabus yang
meliputi dua macam, yaitu pedoman umum dan pedoman khusus untuk setiap mata
pelajaran.
Pedoman umum pengembangan silabus memberi
penjelasan secara umum tentang prosedur dan cara mengembangkan SK dan KD
menjadi indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, sumber belajar. Sedangkan pedoman
khusus menjelaskan mekanisme pengembangan sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran yang disertai contoh-contoh untuk lebih memperjelas langkah-langkah
pengembangan silabus.
B.
Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum,
paedagogi dan penilaian. Oleh karena itu, pengembangan KTSP memiliki pendekatan
berbasis kompetensi karena merupakan konsekuensi dari pendidikan berbasis
kompetensi. Di dalam SI dinyatakan bahwa: KTSP yang berbasis kompetensi
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan
dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah.
Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar tuntas). Bimbingan diperlukan
untuk melayani perbedaan individual melalui program remidial dan pengayaan.
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi harus
berkaitan dengan tuntutan SKL, SK dan KD, organisasi kegiatan pembelajaran, dan
aktivitas untuk mengembangkan dan memiliki kompetensi seefektif mungkin. Proses
pengem¬bangan kurikulum berbasis kompetensi menggunakan asumsi bahwa peserta
didik yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang
dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tertentu.
C.
Pembelajaran
Berbasis Kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program
pembelajaran di mana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh
peserta didik, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar
dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (McAshan, 1989:19).
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu
ditentukan standar minimum kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Sesuai
pendapat tersebut, komponen materi pembela¬jaran berbasis kompetensi meliputi:
(1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi penyampaian untuk mencapai
kompetensi; (3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan
keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik
perlu dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Perumusan dimaksud hendaknya
didasarkan atas prinsip “relevansi dan konsistensi antara kompetensi dengan
materi yang dipelajari, waktu yang tersedia, dan kegiatan serta lingkungan
belajar yang digunakan” (McAshan, 1989:20). Langkah-langkah yang perlu
dilakukan untuk mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik,
antara lain dengan melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis
kompetensi, penilaian oleh profesi dan pendapat pakar mata pelajaran, pendekatan
teoritik, dan telaah buku teks yang relevan dengan materi yang dipelajari
(Kaufman, 1982: 16; Bratton, 1991: 263).
Konsep pembelajaran berbasis kompetensi menyaratkan
dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan
peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan tolokukur
pencapaian kompetensi maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik akan
terhindar dari mempelajari materi yang tidak perlu yaitu materi yang tidak
menunjang tercapainya penguasaan kompetensi. Pencapaian setiap kompetensi
tersebut terkait erat dengan sistem pembelajaran.
Dengan demikian komponen minimal pembelajaran
berbasis kompetensi adalah:
a.
pemilihan dan
perumusan kompetensi yang tepat.
b.
spesifikasi
indikator penilaian untuk menentukan pencapaian kompetensi.
c.
pengembangan
sistem penyampaian yang fungsional dan relevan dengan kompetensi dan sistem
penilaian.
Penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis
kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:
1)
menghindari
duplikasi dalam pemberian materi pembelajaran yang disampaikan guru harus
benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai.
2)
mengupayakan
konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan suatu mata
pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapa pun
yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang
dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.
3)
meningkatkan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempatan peserta didik.
4)
membantu
mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih
dipermudah dengan menggunakan tolak ukur SK.
5)
memperbarui
sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran
berbasis kompetensi, keberhasilan peserta didik diukur dan dilaporkan berdasar
pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas
perbandingan dengan hasil belajar peserta didik yang lain.
6)
memperjelas
komunikasi dengan peserta didik tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman
belajar yang harus dilakukan dan cara yang digunakan untuk menentukan
keberhasilan belajarnya.
7)
meningkatkan
akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan
dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk
mempertanggungjawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik.
8)
memperbaiki
sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan
terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang
menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.
II. Standar Kompetensi (SK)
1.
Pengertian
Untuk memantau perkembangan mutu pendidikan
diperlukan SK. SK dapat didefinisikan sebagai “pernyataan tentang pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik serta tingkat
penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata pelajaran”
(Center for Civ¬ics Education, 1997:2).
Menurut definisi tersebut, SK mencakup dua hal,
yaitu standar isi (content standards), dan standar penampilan (performance
stan-dards).
SK yang menyangkut isi berupa pernyataan tentang
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam
mempelajari mata pelajaran tertentu seperti Kewarganegaraan, Matematika,
Fisika, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. SK yang menyangkut tingkat
penampilan adalah pernyataan tentang kriteria untuk menentukan tingkat
penguasaan peserta didik terhadap SI.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa SK
memiliki dua penafsiran, yaitu:
a. pernyataan tujuan yang
menjelaskan apa yang harus diketahui peserta didik dan kemampuan melakukan
sesuatu dalam mempelajari suatu mata pelajaran.
b. spesifikasi skor atau peringkat
kinerja yang berkaitan dengan kategori pencapaian seperti lulus atau memiliki
keahlian.
SK merupakan kerangka yang menjelaskan dasar
pengembangan program pembelajaran yang terstruktur. SK juga merupakan fokus
dari penilaian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah fokus dari
penilaian, meskipun kurikulum lebih banyak berisi tentang dokumen pengetahuan,
keterampilan dan sikap dari pada bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa peserta
didik yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal.
Dengan demikian SK diartikan sebagai kemampuan
seseorang dalam:
· melakukan suatu tugas atau
pekerjaan.
· mengorganisasikan agar pekerjaan
dapat dilaksanakan.
· melakukan respon dan reaksi yang
tepat bila ada§ penyimpangan dari rancangan semula.
· melaksanakan tugas dan§ pekerjaan
dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
Penyusunan SK suatu jenjang atau tingkat pendidikan
merupakan usaha untuk membuat suatu sistem sekolah menjadi otonom, mandiri, dan
responsif terhadap keputusan kebijakan daerah dan nasional. Kegiatan ini
diharapkan mendorong munculnya standar pada tingkat lokal dan nasional.
Penentuan standar hendaknya dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Sebab, jika
setiap sekolah atau setiap kelompok sekolah mengembangkan standar sendiri tanpa
memperhatikan standar nasional maka pemerintah pusat akan kehilangan sistem
untuk mengontrol mutu sekolah. Akibatnya kualitas sekolah akan bervariasi, dan
tidak dapat dibandingkan kualitas antara sekolah yang satu dengan sekolah yang
lain. Lebih jauh lagi kualitas sekolah antar wilayah yang satu dengan wilayah
yang lain tidak dapat dibandingkan. Pada gilirannya, kualitas sekolah secara
nasional tidak dapat dibandingkan dengan kualitas sekolah dari negara lain.
Pengembangan SK perlu dilakukan secara terbuka,
seimbang, dan melibatkan semua kelompok yang akan dikenai standar tersebut.
Melibatkan semua kelompok sangatlah penting agar kesepakatan yang telah dicapai
dapat dilaksanakan secara bertanggungjawab oleh pihak sekolah masing-masing. Di
samping itu, kajian SK di negara-negara lain perlu juga dilakukan sebagai bahan
rujukan agar lulusan kita tidak jauh ketinggalan dengan lulusan negara lain. SK
yang telah ditetapkan berlaku secara nasional, namun cara mencapai standar
tersebut diserahkan pada kreasi masing-masing wilayah.
2.
Penentuan
Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Perlu diingat kembali, bahwa kompetensi merupakan
kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan,
ditunjukkan, atau ditampilkan oleh peserta didik sebagai hasil belajar. Sesuai
dengan pengertian tersebut, maka SK, adalah standar kemampuan yang harus
dikuasai peserta didik untuk menunjukkan bahwa hasil mempelajari mata pelajaran
tertentu berupa penguasaan atas pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu
telah dicapai.
Langkah-langkah menganalisis dan mengurutkan SK
adalah:
· menganalisis SK menjadi beberapa
KD;
· mengurutkan KD sesuai dengan
keterkaitan baik§ secara prosedur maupun hierarkis.
Dick & Carey (1978: 25) membedakan dua
pendekatan pokok dalam analisis dan urutan SK di samping pendekatan yang ketiga
yakni gabungan antara kedua pendekatan pokok tersebut. Dua pendekatan dimaksud
adalah pertama pendekatan prosedural, dan kedua pendekatan hierarkis
(berjenjang). Sedangkan gabungan antara kedua pendekatan tersebut dinamakan
pendekatan kombinasi.
Pendekatan Prosedural
Pendekatan prosedural (procedural approach) dipakai
bila SK yang harus dikuasai berupa serangkaian langkah-langkah secara urut
dalam mengerjakan suatu tugas pembelajaran.
Contoh dalam pelajaran Ilmu Sosial Terpadu (IST)
ada beberapa SK yang diharapkan dapat dipelajari secara berurutan. Guru
diharapkan dapat menyajikan mana yang akan didahulukan. Misalnya kompetensi;
(1)
Mengidentifikasi
konsep-konsep yang membangun IST,
(2)
Mendeskripsikan
hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya, dan
(3)
Mendeskripsikan
perubahan sosial budaya masyarakat.
Dari ketiga kompetensi tersebut, maka kompetensi
untuk mengidentifikasi konsep-konsep yang membangun IST harus paling dahulu
dipelajari, setelah itu baru mempelajari dua kompetensi berikutnya. Di antara
kedua kompetensi berikutnya maka penguasaan terhadap kompetensi mendeskripsikan
hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya lebih didahulukan agar
peserta didik dengan mudah mendeskripsikan perubahan sosial budaya masyarakat,
mengingat perubahan yang terjadi justru sebagai salah satu akibat hubungan
timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.
Beberapa hal yang perlu dicatat dari contoh
tersebut:
i. peserta didik harus menguasai SK tersebut secara berurutan.
ii. Masing-masing SK dapat diajarkan secara terpisah (independent)
iii. Hasil (output) dari setiap langkah merupakan masukan (input) untuk langkah
berikutnya.
Pendekatan Hierarkis
Pendekatan hierarkis menunjukkan hubungan yang
bersifat subordinatif antara beberapa SK yang ingin dicapai. Dengan demikian
ada yang mendahului dan ada yang kemudian. SK yang mendahului merupakan
prasyarat bagi SK berikutnya.
Untuk mengidentifikasi beberapa SK yang harus
dipelajari lebih dulu agar peserta didik dapat mencapai SK yang lebih tinggi
dilakukan dengan jalan mengajukan pertanyaan “Apakah yang harus sudah dikuasai
oleh peserta didik, agar dengan pengajaran yang seminimal mungkin dapat
diketahui SK yang diperlukan sebelum peserta didik dapat menguasai SK
berikutnya?”
III. Kompetensi Dasar (KD)
1.
Pengertian
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan,
ketrampilan nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan
dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari
dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi
mencakup tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh
peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan
jenis pekerjaan tertentu.
Dalam kurikulum kompetensi sebagai tujuan
pembelajaran itu dideskripsikan secara eksplisit, sehingga dijadikan standart
dalam pencapaian tujuan kurikulum. Baik guru maupun siswa perlu memahami
kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran. Pemahaman ini
diperlukan dalam merencanakan strategi dan indicator keberhasilan. Ada beberapa
aspek didalam kompetensi sebagai tujuan, antara lain:
1)
Pengetahuan
(knowlegde) yaitu kemampuan dalam bidang kognitif
2)
Pemahaman
(understanding) yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki setiap individu
3)
Kemahiran
(skill)
4)
Nilai (value)
yaitu norma-norma untuk melaksanakan secara praktik tentang tugas yang
dibebankan kepadanya
5)
Sikap
(attitude) yaitu pandangan individu terhadap sesuatu
6)
Minat
(interest) yaitu kecenderungan individu untuk melakukan suatu perbuatan
Sesuai aspek diatas maka tampak bahwa kompetensi
sebagai tujuan dalam kurikulum yang bersifat kompleks artinya kurikulum
berdasarkan kompetensi bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman
kecakapan, nilai, sikap dan minat siswa agar mereka dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran disertai tanggung jawab. Dengan demikian tujuan yang ingin
dicapai dalam kompetensi ini bukanlah hanya sekedar pemahaman akan materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana pemahaman dan penguasaan materi itu dapat
mempengaruhi cara bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga Kompetensi Dasar adalah pengetahuan,
ketrampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam
penguasaan materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan
tertentu. Juga merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari standar
kompetensi. Adapun penempatan komponen Kompetensi Dasar dalam silabus sangat
penting, hal ini berguna untuk mengingatkan para guru seberapa jauh tuntutan
target kompetensi yang harus dicapainya.
2.
Langkah-langkah
penyusunan Kompetensi Dasar
Adapun dalam mengkaji kompetensi dasar mata
pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi dilakukan dengan memperhatikan
hal-hal berikut ini:
· Urutan berdasarkan hierarki
konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu
sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi.
· Keterkaitan antara standar
kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
· Keterkaitan antara standar
kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
Pada dasarnya rumusan kompetensi dasar itu ada yang
operasional maupun yang tidak operasional karena setiap kata kerja tindakan
yang berada pada kelompok pemahaman dan juga pengetahuan yang tidak bisa
digunakan untuk rumusan kompetensi dasar.
Sehingga langkah-langkah untuk menyusun kompetensi
dasar adalah sebagai berikut:
· Menjabarkan Kompetensi Dasar yang
dimaksud.
· Tulislah rumusan Kompetensi
Dasarnya.
· Mengkaji KD tersebut untuk
mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan indikatornya yang dianggap relevan
tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu juga tentukan indikator-indikator yang
relevan dan tuliskan sesuai urutannya.
· Kajilah apakah semua indikator
tersebut telah mempresentasikan KD nya, apabila belum lakukanlah analisis
lanjut untuk menemukan indikator-indikator lain yang kemungkinan belum
teridentifikasi.
· Tambahkan indikator lain sebelum
dan sesudah indikator yang teridentifikasi sebelumnya dan rubahlah rumusan yang
kurang tepat dengan lebih akurat dan pertimbangkan urutannya
IV. Indikator
1.
Pengertian.
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah
dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat
diobservasi.
Menurut Depag indikator adalah wujud dari
kompetensi dasar yang lebih spesifik. Sedangkan menurut E Mulyasa indicator
merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda
perbuatan dan respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik.
Indicator juga dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan
potensi daerah dan peserta didik dan juga dirumuskan dalam rapat kerja
operasional yang dapat diukur dan diobservasi sehingga dapat digunakan sebagai
dasar dalam penyusunan alat penilaian.
Sedangkan menurut Darwin Syah indikator
pembelajaran adalah karakteristik, cirri-ciri, tanda-tanda perbuatan atau
respon yang dilakuakan oleh siswa, untuk menunjukkan bahwa siswa telah memiliki
kompetensi dasar tertentu. Jadi indikator adalah merupakan kompetensi dasar
secara spesifik yang dapat dijadikan untuk menilai ketercapaian hasil
pembelajaran dan juga dijadikan tolak ukur sejauh mana penguasaan siswa
terhadap suatu pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu
Dalam mengembangkan indikator perlu
mempertimbangkan:
(1)
tuntutan
kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD;
(2)
karakteristik
mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah; dan
(3)
potensi dan
kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan/ daerah.
Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian,
terdapat dua rumusan indikator, yaitu:
(1)
indikator
pencapaian kompetensi yang dikenal sebagai indikator; dan
(2)
indikator
penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal yang di
kenal sebagai indikator soal.
Indikator dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan
menggunakan kata kerja operasional. Rumusan indikator sekurang-kurangnya
mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi dan materi yang menjadi media
pencapaian kompetensi.
2.
Fungsi
Indikator
Indikator memiliki kedudukan yang sangat strategis
dalam mengembangkan pencapaian kompetensi berdasarkan SK-KD. Indikator berfungsi
sebagai berikut:
a.
Pedoman dalam
mengembangkan materi pembelajaran. Pengembangan materi pembelajaran harus
sesuai dengan indikator yang dikembangkan. Indikator yang dirumuskan secara
cermat dapat memberikan arah dalam pengembangan materi pembelajaran yang
efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, potensi dan kebutuhan
peserta didik, sekolah, serta lingkungan.
b.
Pedoman dalam
mendesain kegiatan pembelajaran. Desain pembelajaran perlu dirancang secara
efektif agar kompetensi dapat dicapai secara maksimal. Pengembangan desain
pembelajaran hendaknya sesuai dengan indikator yang dikembangkan, karena
indikator dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang efektif untuk
mencapai kompetensi. Indikator yang menuntut kompetensi dominan pada aspek
prosedural menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak dengan
strategi ekspositori melainkan lebih tepat dengan strategi discovery-inquiry.
c.
Pedoman dalam
mengembangkan bahan ajar. Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang
pencapaian kompetensi peserta didik. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus
sesuai tuntutan indikator sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi
secara maksimal.
d.
Pedoman dalam
merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar. Indikator menjadi pedoman
dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi hasil belajar, Rancangan
penilaian memberikan acuan dalam menentukan bentuk dan jenis penilaian, serta
pengembangan indikator penilaian. Pengembangan indikator penilaian harus mengacu
pada indikator pencapaian yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan SK dan KD.
3.
Manfaat
Indikator.
Indikator Penilaian bermanfaat bagi :
(1)
guru dalam
mengembangkan kisi-kisi penilaian yang dilakukan melalui tes (tes tertulis
seperti ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester,
tes praktik, dan/atau tes perbuatan) maupun non-tes;
(2)
peserta didik
dalam mempersiapkan diri mengikuti penilaian tes maupun non-tes. Dengan
demikian siswa dapat melakukan self assessment untuk mengukur kemampuan diri
sebelum mengikuti penilaian sesungguhnya;
(3)
pimpinan
sekolah dalam memantau dan mengevaluasi keterlaksanaan pembelajaran dan
penilaian di kelas; dan
(4)
orang tua dan
masyarakat dalam upaya mendorong pencapaian kompetensi siswa lebih maksimal.
4.
Mekanisme
Pengembangan Indikator
a. Menganalisis Tingkat Kompetensi
dalam SK dan KD.
Langkah pertama pengembangan indikator adalah
menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi tuntutan minimal kompetensi yang dijadikan standar secara nasional.
Sekolah dapat mengembangkan indikator melebihi standar minimal tersebut.
Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja
operasional yang digunakan dalam SK dan KD. Tingkat kompetensi dapat
diklasifikasi dalam tiga bagian, yaitu tingkat pengetahuan, tingkat proses, dan
tingkat penerapan. Kata kerja pada tingkat pengetahuan lebih rendah dari pada
tingkat proses maupun penerapan. Tingkat penerapan merupakan tuntutan
kompetensi paling tinggi yang diinginkan.
Selain tingkat kompetensi, penggunaan kata kerja
menunjukan penekanan aspek yang diinginkan, mencakup sikap, pengetahuan, serta
keterampilan. Pengembangan indikator harus mengakomodasi kompetensi sesuai
tendensi yang digunakan SK dan KD. Jika aspek keterampilan lebih menonjol, maka
indikator yang dirumuskan harus mencapai kemampuan keterampilan yang
diinginkan.
b. Menganalisis Karakteristik Mata
Pelajaran, Peserta Didik, dan Sekolah
Pengembangan indikator mempertimbangkan
karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah karena indikator
menjadi acuan dalam penilaian. Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005,
karakteristik penilaian kelompok mata pelajaran adalah sebagai berikut:
Kelompok Mata Pelajaran
|
Mata Pelajaran
|
Aspek yang Dinilai
|
Agama dan
Akhlak Mulia
|
Pendidikan
Agama
|
Afektif
dan Kognitif
|
Kewarganegaraan
dan Kepribadian
|
Pendidikan
Kewarganegaraan
|
Afektif
dan Kognitif
|
Jasmani
Olahraga dan Kesehatan
|
Penjas
Orkes
|
Psikomotorik,
Afektif, dan Kognitif
|
Estetika
|
Seni
Budaya
|
Afektif
dan Psikomotorik
|
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
|
Matematika,
IPA, IPS
Bahasa, dan TIK. |
Afektif,
Kognitif, dan/atau Psikomotorik sesuai karakter mata pelajaran
|
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik
tertentu yang membedakan dari mata pelajaran lainnya. Perbedaan ini menjadi
pertimbangan penting dalam mengembangkan indikator. Karakteristik mata
pelajaran bahasa yang terdiri dari aspek mendengar, membaca, berbicara dan
menulis sangat berbeda dengan mata pelajaran matematika yang dominan pada aspek
analisis logis. Guru harus melakukan kajian mendalam mengenai karakteristik
mata pelajaran sebagai acuan mengembangkan indikator. Karakteristik mata
pelajaran dapat dikaji pada dokumen standar isi mengenai tujuan, ruang lingkup
dan SK serta KD masing-masing mata pelajaran.
Pengembangkan indikator memerlukan informasi
karakteristik peserta didik yang unik dan beragam. Peserta didik memiliki keragaman
dalam intelegensi dan gaya belajar. Oleh karena itu indikator selayaknya mampu
mengakomodir keragaman tersebut. Peserta didik dengan karakteristik unik
visual-verbal atau psiko-kinestetik selayaknya diakomodir dengan penilaian yang
sesuai sehingga kompetensi siswa dapat terukur secara proporsional.
Karakteristik sekolah dan daerah menjadi acuan
dalam pengembangan indikator karena target pencapaian sekolah tidak sama.
Sekolah kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat mengembangkan
indikator lebih tinggi. Termasuk sekolah bertaraf internasional dapat
mengembangkan indikator dari SK dan KD dengan mengkaji tuntutan kompetensi
sesuai rujukan standar internasional yang digunakan. Sekolah dengan keunggulan
tertentu juga menjadi pertimbangan dalam mengembangkan indikator.
5.
Menganalisis
Kebutuhan dan Potensi
Kebutuhan dan potensi peserta didik, sekolah dan
daerah perlu dianalisis untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan
indikator. Penyelenggaraan pendidikan seharusnya dapat melayani kebutuhan
peserta didik, lingkungan, serta mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal. Peserta didik mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi dan
kecepatan belajarnya, termasuk tingkat potensi yang diraihnya.
Indikator juga harus dikembangkan guna mendorong
peningkatan mutu sekolah di masa yang akan datang, sehingga diperlukan
informasi hasil analisis potensi sekolah yang berguna untuk mengembangkan
kurikulum melalui pengembangan indikator.
6.
Merumuskan
Indikator
Dalam merumuskan indikator perlu diperhatikan
beberapa ketentuan sebagai berikut:
· Setiap KD dikembangkan
sekurang-kurangnya menjadi tiga indikator
· Keseluruhan indikator memenuhi
tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK dan
KD. Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat
dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan
peserta didik.
· Indikator yang dikembangkan harus
menggambarkan hirarki kompetensi.
· Rumusan indikator
sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat kompetensi dan materi
pembelajaran.
· Indikator harus dapat
mengakomodir karakteristik mata pelajaran sehingga menggunakan kata kerja
operasional yang sesuai.
· Rumusan indikator dapat
dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian yang mencakup ranah kognitif,
afektif, dan/atau psikomotorik.
7.
Mengembangkan
Indikator Penilaian
Indikator penilaian merupakan pengembangan lebih
lanjut dari indikator (indikator pencapaian kompetensi). Indikator penilaian
perlu dirumuskan untuk dijadikan pedoman penilaian bagi guru, peserta didik
maupun evaluator di sekolah. Dengan demikian indikator penilaian bersifat
terbuka dan dapat diakses dengan mudah oleh warga sekolah. Setiap penilaian yang
dilakukan melalui tes dan non-tes harus sesuai dengan indikator penilaian.
Indikator penilaian menggunakan kata kerja lebih
terukur dibandingkan dengan indikator (indikator pencapaian kompetensi).
Rumusan indikator penilaian memiliki batasan-batasan tertentu sehingga dapat
dikembangkan menjadi instrumen penilaian dalam bentuk soal, lembar pengamatan,
dan atau penilaian hasil karya atau produk, termasuk penilaian diri.
V. Tujuan Pembelajaran
Kegiatan
menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam
memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional
yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses
dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai
dengan kompetensi dasar. Tujuan pembelajaran hendaknya diletakkan dan
dijadikan titik tolak berfikir guru dalam menyusun sebuah Rencana Pembelajaran,
yang akan mewarnai komponen-komponen perencanan lainnya.
1.
Pengertian
Tujuan Pembelajaran
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi
behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki
tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan
oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada
tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction
Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin
meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di
Indonesia.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut
ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F.
Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak
dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat
kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan
bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam
perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk
menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa
tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai
hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan
tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan
pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama,
bahwa:
(1)
tujuan
pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran;
(2)
tujuan
dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang
menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel
bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal
ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya
dibuat secara tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat
memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih
Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran,
yaitu:
(1)
memudahkan
dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga
siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri;
(2)
memudahkan guru
memilih dan menyusun bahan ajar;
(3)
membantu
memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran;
(4)
memudahkan guru
mengadakan penilaian.
Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang
Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk
memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu,
petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran,
serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.
2.
Merumuskan
Tujuan Pembelajaran
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi
behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki
tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan
oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada
tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction
Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin
meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di
Indonesia.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut
ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F.
Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak
dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat
kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan
bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam
perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk
menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa
tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai
hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan
tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang
dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan
pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa
lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan
yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau
konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih
mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang
dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru
(teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang
dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada
penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau
biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam
praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini
terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan
Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker
(2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan
pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan
apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.
Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan
belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran
dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan
perilaku individu ke dalam tiga ranah atau kawasan, yaitu: (1) kawasan kognitif
yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di
dakamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan
penilaian (evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan
aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral
dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending),
sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization),
dan karakterisasi (characterization); dan (3) kawasan psikomotor yaitu kawasan
yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem
syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri
dari: kesiapan (set), peniruan (imitation, membiasakan (habitual), menyesuaikan
(adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan
kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas
pembelajarannya.
Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis
(written plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan
secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria
tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menyarankan dua
kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi
nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan
seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan
(2) analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom di atas.
Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan
menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah
seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah
psikomotor.
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa
komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu
(1)
perilaku
terminal,
(2)
kondisi-kondisi
dan
(3)
standar ukuran.
Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008)
bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu:
(1)
menyatakan apa
yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang
harus dikuasainya pada akhir pelajaran;
(2)
perlu
dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku
tersebut; dan
(3)
perlu ada
petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick
dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas:
(1)
tujuan harus
menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik;
(2)
menyebutkan
tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir
pada waktu anak didik berbuat; dan
(3)
menyebutkan
kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang
dimaksudkan pada tujuan
Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran
harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008) menekankan
pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan
pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang
bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan
tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD.
A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya),
B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition
(persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai,
dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima).
KESIMPULAN
Untuk memantau perkembangan mutu pendidikan
diperlukan SK. SK dapat didefinisikan sebagai “pernyataan tentang pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik serta tingkat
penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata pelajaran”
Menurut definisi tersebut, SK mencakup dua hal,
yaitu standar isi (content standards), dan standar penampilan (performance
stan-dards).
Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, ketrampilan
dan sikap minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam penguasaan
materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu.
Juga merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi.
Adapun penempatan komponen Kompetensi Dasar dalam silabus sangat penting, hal
ini berguna untuk mengingatkan para guru seberapa jauh tuntutan target
kompetensi yang harus dicapainya.
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah
dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat
diobservasi.
Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan
perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran,
tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.
Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E.
Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk
tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran
seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar