Jumat, 17 Januari 2014

Sangkep Nggeluh dalam Adat Karo





Sangkep Nggeluh dalam Adat Karo
Untuk memahami adat-istiadat Karo secara baik tidak ada jalan lain selain terlebih dahulu memahami tentang sangkep nggeluh pada merga silima, karena dalam setiap pelaksanaan adat-istiadat yang berperan adalah sangkep nggeluh.
Sangkep nggeluh adalah suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat karo yang secara garis besar terdiri atas senina, anak beru, dan kalimbubu.
Pusat dari sangkep nggeluh adalah sukut yaitu pribadi/keluarga/merga tertentu, yang dikelilingi oleh senina, anak beru, dan kalimbubu-nya. Sukut dalam pesta perkawinan akan menerima uang jujuran berupa bena emas (erdemu bayu) atau batang unjuken (petuturken).

Dalam melaksanakan upacara adat tertentu seperti perkawinan, kematian, memasuki rumah baru, dan lain-lain sangkep nggeluh akan diketahui apabila sudah jelas siapa sukut dalam acara tersebut. Misalnya dalam perkawinan, sukut adalah orang yang kawin dan orang tuanya. Atau dalam kematian, sukut adalah janda atau duda dan anak dari yang meninggal. Atau dalam hal memasuki rumah baru (mengket rumah) sukut adalah pemilik rumah itu sendiri.
Untuk lebih memahami hal tersebut, terlebih dahulu hendaklah diketahui cara orang Karo menarik garis keturunan (lineage) baik dari keturunan ayah (patrilineal) maupun dari garis keturunan ibu (matrilineal) yang melekat pada setiap individu suku Karo, yang dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan tutur (terombo). Adapun cara menarik garis keturunan atau tutur meliputi :
1. Merga/Beru.
Merga/Beru adalah nama keluarga bagi seseorang dari nama keluarga (merga) ayahnya. Untuk anak perempuan disebut beru. Bagi anak laki-laki merga ini akan diwarikan secara turun-temurun. Merga/Beru pada suku Karo secara garis besar ada lima yaitu :
a. Ginting
b. Karo-karo
c. Peranginangin
d. Sembiring dan
e. Tarigan
2. Bere-Bere                                                                                                      
Bere-bere adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya. Kalau ibunya beru Peranginangin, maka dia bere-bere Peranginangin, kalau ibunya beru Sembiring maka anaknya jadi bere-bere Sembiring, dan seterusnya.
3. Binuang
Binuang adalah nama kelaurga yang diwarisi seseorang dari bere-bere ayahnya (bere-bere bapa) atau dari marga simada dareh ayahnya atau dari neneknya (ibu dari ayahnya).
4. Kempu (Perkempun)
Kempu (perkempun) adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang (berasal) dari merga puang kalimbubu-nya atau dari bere-bere ibunya atau dari beru neneknya (ibu dari ibunya).
5. Kampah
Kampah adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari merga kalimbubu simada dareh kakeknya atau bere-bere nini (ayah dari ayahnya) atau beru dari ibu kakeknya (ayah dari ayahnya) atau beru dari istri empung-nya dari pihak ayah.
6. Soler
Soler adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari marga puang nu puang kalimbubu atau merga dari singalo perkempun ibu atau beru empung (ibu dari nenek).
Jadi, ada enam nama keluarga (merga/beru) yang dimiliki setiap individu suku Karo. Dengan demikian, jelas bahwa suku Karo menarik garis keturunan secara bilateral, yakni dari pihak ayah dan ibu sekaligus. Untuk jelasnya, perhatikan gambar dibawah ini.






Sangkep Nggeluh dalam Adat Karo
Untuk memahami adat-istiadat Karo secara baik tidak ada jalan lain selain terlebih dahulu memahami tentang sangkep nggeluh pada merga silima, karena dalam setiap pelaksanaan adat-istiadat yang berperan adalah sangkep nggeluh.
Sangkep nggeluh adalah suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat karo yang secara garis besar terdiri atas senina, anak beru, dan kalimbubu.
Pusat dari sangkep nggeluh adalah sukut yaitu pribadi/keluarga/merga tertentu, yang dikelilingi oleh senina, anak beru, dan kalimbubu-nya. Sukut dalam pesta perkawinan akan menerima uang jujuran berupa bena emas (erdemu bayu) atau batang unjuken (petuturken).

Dalam melaksanakan upacara adat tertentu seperti perkawinan, kematian, memasuki rumah baru, dan lain-lain sangkep nggeluh akan diketahui apabila sudah jelas siapa sukut dalam acara tersebut. Misalnya dalam perkawinan, sukut adalah orang yang kawin dan orang tuanya. Atau dalam kematian, sukut adalah janda atau duda dan anak dari yang meninggal. Atau dalam hal memasuki rumah baru (mengket rumah) sukut adalah pemilik rumah itu sendiri.
Untuk lebih memahami hal tersebut, terlebih dahulu hendaklah diketahui cara orang Karo menarik garis keturunan (lineage) baik dari keturunan ayah (patrilineal) maupun dari garis keturunan ibu (matrilineal) yang melekat pada setiap individu suku Karo, yang dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan tutur (terombo). Adapun cara menarik garis keturunan atau tutur meliputi :
1. Merga/Beru.
Merga/Beru adalah nama keluarga bagi seseorang dari nama keluarga (merga) ayahnya. Untuk anak perempuan disebut beru. Bagi anak laki-laki merga ini akan diwarikan secara turun-temurun. Merga/Beru pada suku Karo secara garis besar ada lima yaitu :
a. Ginting
b. Karo-karo
c. Peranginangin
d. Sembiring dan
e. Tarigan
2. Bere-Bere                                                                                                      
Bere-bere adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya. Kalau ibunya beru Peranginangin, maka dia bere-bere Peranginangin, kalau ibunya beru Sembiring maka anaknya jadi bere-bere Sembiring, dan seterusnya.
3. Binuang
Binuang adalah nama kelaurga yang diwarisi seseorang dari bere-bere ayahnya (bere-bere bapa) atau dari marga simada dareh ayahnya atau dari neneknya (ibu dari ayahnya).
4. Kempu (Perkempun)
Kempu (perkempun) adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang (berasal) dari merga puang kalimbubu-nya atau dari bere-bere ibunya atau dari beru neneknya (ibu dari ibunya).
5. Kampah
Kampah adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari merga kalimbubu simada dareh kakeknya atau bere-bere nini (ayah dari ayahnya) atau beru dari ibu kakeknya (ayah dari ayahnya) atau beru dari istri empung-nya dari pihak ayah.
6. Soler
Soler adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari marga puang nu puang kalimbubu atau merga dari singalo perkempun ibu atau beru empung (ibu dari nenek).
Jadi, ada enam nama keluarga (merga/beru) yang dimiliki setiap individu suku Karo. Dengan demikian, jelas bahwa suku Karo menarik garis keturunan secara bilateral, yakni dari pihak ayah dan ibu sekaligus. Untuk jelasnya, perhatikan gambar dibawah ini.



Sangkep Nggeluh dalam Adat Karo
Untuk memahami adat-istiadat Karo secara baik tidak ada jalan lain selain terlebih dahulu memahami tentang sangkep nggeluh pada merga silima, karena dalam setiap pelaksanaan adat-istiadat yang berperan adalah sangkep nggeluh.
Sangkep nggeluh adalah suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat karo yang secara garis besar terdiri atas senina, anak beru, dan kalimbubu.
Pusat dari sangkep nggeluh adalah sukut yaitu pribadi/keluarga/merga tertentu, yang dikelilingi oleh senina, anak beru, dan kalimbubu-nya. Sukut dalam pesta perkawinan akan menerima uang jujuran berupa bena emas (erdemu bayu) atau batang unjuken (petuturken).

Dalam melaksanakan upacara adat tertentu seperti perkawinan, kematian, memasuki rumah baru, dan lain-lain sangkep nggeluh akan diketahui apabila sudah jelas siapa sukut dalam acara tersebut. Misalnya dalam perkawinan, sukut adalah orang yang kawin dan orang tuanya. Atau dalam kematian, sukut adalah janda atau duda dan anak dari yang meninggal. Atau dalam hal memasuki rumah baru (mengket rumah) sukut adalah pemilik rumah itu sendiri.
Untuk lebih memahami hal tersebut, terlebih dahulu hendaklah diketahui cara orang Karo menarik garis keturunan (lineage) baik dari keturunan ayah (patrilineal) maupun dari garis keturunan ibu (matrilineal) yang melekat pada setiap individu suku Karo, yang dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan tutur (terombo). Adapun cara menarik garis keturunan atau tutur meliputi :
1. Merga/Beru.
Merga/Beru adalah nama keluarga bagi seseorang dari nama keluarga (merga) ayahnya. Untuk anak perempuan disebut beru. Bagi anak laki-laki merga ini akan diwarikan secara turun-temurun. Merga/Beru pada suku Karo secara garis besar ada lima yaitu :
a. Ginting
b. Karo-karo
c. Peranginangin
d. Sembiring dan
e. Tarigan
2. Bere-Bere                                                                                                      
Bere-bere adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya. Kalau ibunya beru Peranginangin, maka dia bere-bere Peranginangin, kalau ibunya beru Sembiring maka anaknya jadi bere-bere Sembiring, dan seterusnya.
3. Binuang
Binuang adalah nama kelaurga yang diwarisi seseorang dari bere-bere ayahnya (bere-bere bapa) atau dari marga simada dareh ayahnya atau dari neneknya (ibu dari ayahnya).
4. Kempu (Perkempun)
Kempu (perkempun) adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang (berasal) dari merga puang kalimbubu-nya atau dari bere-bere ibunya atau dari beru neneknya (ibu dari ibunya).
5. Kampah
Kampah adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari merga kalimbubu simada dareh kakeknya atau bere-bere nini (ayah dari ayahnya) atau beru dari ibu kakeknya (ayah dari ayahnya) atau beru dari istri empung-nya dari pihak ayah.
6. Soler
Soler adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari marga puang nu puang kalimbubu atau merga dari singalo perkempun ibu atau beru empung (ibu dari nenek).
Jadi, ada enam nama keluarga (merga/beru) yang dimiliki setiap individu suku Karo. Dengan demikian, jelas bahwa suku Karo menarik garis keturunan secara bilateral, yakni dari pihak ayah dan ibu sekaligus. Untuk jelasnya, perhatikan gambar dibawah ini.
Description: sangkep

Leluhur Karo (SIBAYAK RAJA BEREMPAT) KOLEKSI SAPO HOLLAN NL.



          Adakah suku di dunia ini yang seluruh masyarakatnya adalah “TUHAN”. Mungkin ada, tetapi SUKU KARO memiliki budaya yang menjadikan setiap orang dalam suku ini adalah “Tuhan”. Ini merupakan sebuah keUNIKkan yang sangat langka. Ini terkait dengan FILOSOFI KESETARAAN DALAM MASYARAKAT KARO.
Suku Karo memiliki budaya yang dikenal dengan RAKUT SITELU secara bebas ditafsirkan sebagai TERIKAT  DALAM TIGA KESATUAN. Ketiga posisi itu adalah  ANAK BERU. KALIMBUBU DAN SUKUT.  Setiap orang Karo memilki posisi dari ketiga kelompok ini. Pada saat tertentu dapat saja menjadi SUKUT, disaat lain dapat menjadi KALIMBUBU dan dikesempatan lain MENJADI ANAK BERU, maka setiap orang Karo, menjadi bagian yang terintegrasi dalam ketiga posisi itu.
Misalnya dalam sebuah acara pernikahan adat  dengan ADAT KARO, maka ketiga posisi itu adalah:
1. Anakberu’ = pihak/kelompok penerima dara (mempelai wanita), mereka adalah petugas/pekerja/pesuruh dalam upacara/pesta adat Karo. Sama sekali tidak ada kejanggalan atau bahkan malah bangga jadi ‘pesuruh wajib’ dalam upacara adat Karo, tidak memandang pangkat atau jabatan yang bersangkutan diluar adat. Kalau ada yang tidak beres, mereka inilah yang akan disalahkan. Anak beru  dalam peradatan Karo itu bisa saja seorang menteri, bupati, jendral, profesor, Kiayi Kondang, Pendeta dan apa saja, namun dalam posisi anak beru mereka  adalah “pesuruh wajib” secara adat.
2. ‘Kalimbubu’ = pihak/kelompok pemberi dara (mempelai wanita), pihak keluarga istri, pihak yang dihormati dan selalu dapat tempat terhormat dalam upacara/kerja adat Karo. Juga disebut ‘DIBATA NI IDAH’ (”TUHAN’ yang terlihat). Namun bukan hanya pemilik langsung atau ayah dan ibu langsung dari mempelai wanita yang menjadi Kalim bubu, semua yang berada dalam kelompok yang sama posisinya secara adat dengan orang tua mempelai wanita adalah Kalim bubu.
3. Sukut’ = pihak dari mempelai lelaki/tuan rumah dan  keluarga terdekat (saudara, semarga), yang merupakan penanggung jawab kerja/upacara adat Karo.  Referensi 1.2.3  DICOPAS dan dapat dibaca lebih lanjut di link ini.
Mencermati susunan adat budaya Karo RAKUT SITELU INI  MAKA SETIAP ORANG KARO DALAM POSISI NO 2 YAITU KALIMBUBU,  merupakan “DIBATA=TUHAN” yang NIIDAH/KELIHATAN dalam arti bahwa posisi adalah posisi yang sangat dihormati. Inti dari menghormati kalim bubu adalah untuk menjadi contoh bagi bagian yang lainnya sehingga pada posisinya kelak, misalnya SUKUT menjadi KL Bubu, juga menjadi contoh untuk saling menghormati.
Referensi lain menyatakan bahwa kelompok Kalimbubu dikatakan DIBATA NIIDAH, karena mereka adalah kelompok yang memberikan KETURUNAN/mempelai perempuan bagi SUKUT/mempelai laki-laki. Artinya seorang anak perempuan yang dinikahi dan menghasilkan keturunan, bahwa DARAH dari anak tersebut mengalir darah perempuan dari keturunannya, ayah dan ibu sang mempelai perempuan. Ini mengapa dikatakan dalam istilah orang Karo adalah SIMADA DARAH, yang artinya yang memberikan turunan bagi pihak lelaki. Yang lebih dalam lagi yang artinya, yang memberikan keturunan dan keturunan itu identik dengan yang memberikan hidup (dari turunannya), dan yang memberikan hidup itu adalah TUHAN, sehingga kalimbubu dikatakan DIBATA NIIDAH atau “Tuhan” yang kelihatan…………Sunguh ini filosofi yang dalam……….
Hal ini tidak telepas dari sejarah KARO, bahwa setiap orang KARO memilki KEKUATAN BATIN MASING-MASING, SETIAP ORANG UMUMNYA MEMILIKI BEGU JABU (HANTU RUMAH/ ROH/SPIRIT milik Keluaga). Orang Karo memilki kekuatan SUPRA NATURAL,  ada yang dapat menghilang, tahan bacok, dapat menungga harimau, dan sebagainya. Orang-orang seperti ini saling menjaga dan juga saling menghormati satu sama lain untuk menjaga kekerabatan sesama kekuatan batin masing-masing.
Disisi lain, inilah salah satu yang membuat mengapa Belanda sangat sulit menguasai Karo, bahkan penyebaran agama Kristen oleh belanda di akhir abad 19, gagal total, karena orang Karo sudah memiliki kekuatan spiritual yang RIIL, dibandingkan ajaran Kekeristenan yang cendrung bersifat general. Kekeristenan masuk Dataran Tinggi Karo di awal abad 20, setelah melakukan  berbagai upaya. Demikian juga sang Pendiri Kota MEDAN, yaitu GURU MBELIN PATIMPUS, merupakan DUKUN BESAR dengan KEKUATAN BATIN yang membuat dirinya mampu dan dihormati sebagai orang yang memilki kekuatan supranatural.
Namun dimasa kini dimasa sudah beragama, Kalim Bubu merupakan dibata niidah, yang dihormati dalam ikatan adat untuk menjaga nilai kebudayaan, dan tentunya dalam posisi ini Kalim Bubu, mendoakan setiap kegiatan kepada TUHAN YME agar semua berjalan dengan baik dan lancar. Jadi di dalam masyarakat Karo setiap orang memiliki posisi “TUHAN YANG KELIHATAN”, dan fungsinya adalah untuk memberikan berkatNYA melalui keyakinan untuk mendapatkan kebaikan………………….Unik bukan?